Oleh: Maks Fioh, S.KM)*
Dunia tengah dihebohkan dengan pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) yang melanda dunia sejak akhir tahun 2019.
Kasus yang mengguncang dunia ini bermula dari munculnya penyakit ini di Kota Wuhan China beberapa waktu lalu yang mengakibatkan korban baik itu sakit maupun meninggal.
Dalam sekejap, kabar tentang kasus Corona ini menyebar di seantero dunia tentu saja termasuk di Indonesia. Badan kesehatan dunia yakni World Health Organization pun secara resmi menyatakan bahwa kasus Covid-19 masuk dalam kategori pandemi.
Berdasarkan data yang dirilis WHO, tercatat kurang lebih 201 negara telah terjangkiti virus Corona ini. Sejak semula, Indonesia begitu yakin bahwa virus berbahaya ini tidak akan masuk ke Indonesia. Tatkala China dan negara lain sedang berjuang keras melawan Corona, Indonesia justru disibukkan dengan Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue (DBD) di berbagai daerah di tanah air. Namun, yang namanya pandemi yang sedang berkecamuk, akhirnya kasus Corona sampai juga ke Indonesia.
Salah satu kasus Corona yang sangat menonjol di Indonesia dan mendapat perhatian publik secara luas adalah kasus yang menimpa Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Ketika Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan tentang kasus Corona di Indonesia, seketika kegaduhan publik tak terhindarkan. Dalam waktu singkat terjadi kelangkaan masker maupun and sanitizer di pasaran. Bukan saja kelangkaan itu terjadi tetapi juga adanya kenaikan harga masker dan hand sanitizer yang sangat signifikan bahkan jauh melampaui harga normal. Kondisi kepanikan publik ini semakin terasa ketika media terus memberitakan kasus demi kasus yang terjadi di berbagai kota dan daerah. Bahkan saat ini sesuai data per 30 Maret 2020, tinggal 3 provinsi di Indonesia yang masih aman atau negatif Covid-19 dan belum dinyatakan sebagai zona merah yakni Provinsi Bengkulu, Gorontalo dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Meski demikian data Orang Dalam Pemantauan (ODP) di NTT terus bergerak naik setiap harinya dan ada juga beberapa Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang sedang dirawat di beberapa Rumah Sakit di NTT.
Di tengah situasi kritis saat ini, apa yang harus dilakukan? Tentu saja kita tidak menginginkan kasus ini terus terjadi. Kita tentu berharap bahwa upaya penanganan dan pengendalian penyakit Corona ini dapat berhasil dan situasi kembali berangsur normal. Pemerintah telah dan sedang bekerja keras dan berupaya semaksimal mungkin untuk mengendalikan situasi dengan berbagai instruksi kepada seluruh jajaran pemerintahan dan masyarakat luas agar turut mendukung penuh upaya pengendalian kasus ini salah satunya dengan pola “Social Distancing” untuk meminimalisir penularan virus corona yang berbahaya ini.
Tentu saja pola preventif saat ini merupakan pola sederhana namun cukup efektif dalam memutus mata rantai penularan virus corona.
Dalam ilmu kesehatan secara umum dikenal adanya empat upaya kesehatan antara lain: Upaya Preventif, Promotif, Kuratif dan Rehabilitatif. Keempat upaya kesehatan ini dapat disederhanakan dalam dua kelompok yakni Pencegahan dan Pengobatan. Salah satu adagium klasik yang terkenal yakni “Lebih baik mencegah daripada mengobati” dirasa sangat tepat dalam situasi saat ini. Ya, tentu saja dengan tidak mengesampingkan upaya kuratif atau pengobatan terhadap para pasien yang positif mengidap Covid-19, namun langkah preventif wajib dilakukan demi mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak.
Masyarakat perlu pro aktif dalam mendukung upaya pemerintah yang tengah serius mengendalikan kasus Corona di negeri ini. Publik perlu dan harus memainkan peran yang besar dalam rangka pengendalian kasus Corona secara komprehensif. Langkah-langkah preventif yang sederhana seperti Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), tidak merokok (termasuk di sembarangan tempat), minum air hangat yang cukup setiap hari, menghidari kontak fisik dengan orang lain (phisical distancing), menjaga kondisi kebugaran tubuh agar tetap sehat, aktivitas fisik dan istrahat yang cukup adalah hal-hal yang dapat dilakukan oleh setiap individu dalam masyarakat.
Oleh karena itu, untuk memobilisasi informasi dan edukasi kepada masyarakat agar dapat melakukan upaya-upaya pencegahan tentu saja membutuhkan peran strategis dari bidang promosi kesehatan. Urgensi peran bidang promosi kesehatan dalam menghadapi kasus ini begitu penting mengingat belum semua masyarakat kita memiliki pengetahuan dan kesadaran yang cukup dalam melakukan upaya-upaya pencegahan. Di tengah situasi dunia yang sedang kritis ini, belum semua masyarakat sadar untuk mematuhi semua instruksi dan protokol yang ditetapkan pemerintah. Menyadari kondisi ini, maka pentingnya peran promosi kesehatan bukan hanya pada urusan pencegahan Covid-19, tapi juga sangat penting dalam mengedukasi masyarakat menghadapi berbagai masalah kesehatan lainnya yang juga tak kalah penting semisal penularan penyakit berbasis lingkungan seperti Demam Berdarah Dengue, Diare, Malaria, dll serta masalah lainnya seperti penanganan stunting, dan lain sebagainya. Kita sadar bahwa dunia terus berubah, kualitas lingkungan juga terus berubah seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu kita butuh kesadaran kolektif yang mengerucut pada perubahan pola pikir (mind set) dan perubahan perilaku masyarakat dalam mendukung pembangunan di bidang kesehatan. Pada titik inilah peran bidang promosi kesehatan begitu strategis dalam pengarusutamaan upaya preventif dan promotif di tengah masyarakat. Jika demikian maka kita perlu mengerti apa dan bagaimana promosi kesehatan itu.
Definisi promosi kesehatan menurut World Health Organization (WHO) yakni “Proses pemberdayaan individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan determinan-determinan kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan mereka”. Sedangkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mendefinisikan promosi kesehatan sebagai “upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan”.
Selain definisi dari WHO dan Kementerian Kesehatan di atas ada juga definisi yang diberikan oleh seorang ahli kesehatan masyarakat Lawrence Green (1984) yang memberikan pengertian promosi kesehatan adalah “segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan”. Salah satu definisi menarik lainnya yakni Ottawa Charter (1986) memberikan pengertian sebagai berikut : promosi kesehatan adalah “suatu proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik,, mental dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (fisik, sosial, budaya, dll)”.
Berdasarkan definisi dan pengertian promosi kesehatan di atas maka kita bisa melihat bagaimana pentingnya masyarakat di dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu sekali lagi diperlukan langkah-langkah advokasi dan edukasi yang sustainable atau berkelanjutan agar perubahan mind set atau pola pikir masyarakat yang bermuara pada perubahan perilaku dapat tercapai. Di tengah kondisi dunia yang terus bergejolak karena kasus Covid-19 ini, kita juga diperhadapkan pada kasus kesehatan lainnya seperti tingginya angka kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di sejumlah daerah, masalah gizi buruk dan kurang, masalah stunting, masalah kualitas sanitasi lingkungan, masalah kesehatan ibu dan anak dan lain sebagainya yang juga butuh peran penting semua pihak termasuk masyarakat dalm upaya pencegahan dan pengendalian penyakit dan masalah kesehatan lainnya.
Di sinilah sangat diharapkan peran penting dan urgensi promosi kesehatan dalam memobilisasi edukasi bagi masyarakat agar terus berkomitmen dan berpartisipasi aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Bona valetudo melior est quam maximae divitiae (Kesehatan yang baik lebih berharga daripada kekayaan terbesar).
Penulis, Pengelolah Promosi Kesehatan Puskesmas Oele, Kec. Rote Selatan, Kab. Rote Ndao