FLORES TIMUR,METROTIMOR.ID – Dalam lanjutan rapat pleno Panitia Pemungutan Suara (PPS) tingkat Kecamatan di Witihama, Adonara, Pulau Flores, proses penghitungan suara dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) 01 Desa Lamaleka menjadi sorotan. Rapat yang berlangsung sejak Jumat (23/2) ini diwarnai ricuh dan perdebatan panjang antara saksi-saksi utusan partai politik dengan Panwascam dan PPK.
Perdebatan panjang dan kericuhan ini dimulai ketika Panwascam menyikapi pelanggaran yang terjadi di TPS 01 Desa Lamaleka. Saat menjelaskan keberadaan Ketua KPPS yang mendatangi rumah-rumah warga untuk menandatangani perubahan perolehan suara, Panwascam menciptakan kontroversi di dalam ruangan rapat.
“Pihak penyelenggara KPPS tidak diawasi oleh pengawas TPS, dan apa yang dilakukan Ketua KPPS menandatangani perubahan perolehan suara di luar TPS ini adalah sebuah pelanggaran yang serius,” ujar salah seorang saksi Perindo.
Mendengar penjelasan dari Panwascam, seluruh saksi dari partai politik lainnya merasa tergugah dan berkomentar bahwa penyimpangan tersebut merupakan “kesalahan yang sangat fatal”.
Ketua PPK Witihama, Agustinus Aran Boro, merespons kritik para saksi dengan melemparkan tanggung jawab kepada Panwascam, menyebutkan bahwa Panwascamlah yang harus mengambil langkah-langkah mengenai penyimpangan tersebut. Namun, para saksi Nasdem kembali menekan PPK dengan menuding adanya konspirasi di tubuh Panwascam.
Ketua PPK kemudian meminta pencerahan dari Ketua KPUD, Arifin Atanggae, yang datang memberikan pencerahan sesaat setelah sholat Jumat. Akhirnya, dikeluarkanlah surat rekomendasi dari Panwascam untuk melakukan PSU di TPS 01 Desa Lamaleka.
Proses pemungutan suara ulang (PSU) ini merupakan wujud respons dari para penyelenggara pemilu terhadap pelanggaran yang terjadi di TPS 01 Desa Lamaleka. Meskipun sempat diwarnai perdebatan sengit dan kericuhan, akhirnya pihak-pihak yang terlibat sepakat untuk menyelesaikan masalah ini dengan melakukan PSU.
(*Tim)