Menteri Nadiem, Menolak Lupa: Warisan dan Polemik di Ruang Digital Pendidikan

oleh -234 Dilihat
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2019). (Hak atas foto ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso Image caption)

Penulis :

Isak Doris Faot, Berdomisili di Kabupaten Rote Ndao

Kepemimpinan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat babak penting dalam sejarah pendidikan Indonesia. Transformasi digital menjadi fokus utama, membawa perubahan yang ambisius namun kontroversial. Di balik (Kurikulum Merdeka) dan *Platform Merdeka Mengajar* (PMM), terselip dilema: apakah digitalisasi pendidikan benar-benar memerdekakan, atau justru menciptakan tekanan baru bagi guru dan siswa?

Munculnya Kurikulum Merdeka adalah respons terhadap kebutuhan pembelajaran yang lebih relevan dengan karakter peserta didik. Namun, langkah ini tidak lepas dari kritik. Beban administratif yang menumpuk melalui PMM, keharusan menyelesaikan aksi nyata, dan intensitas pelatihan daring memicu kejenuhan di kalangan pendidik. Banyak guru merasa terjebak dalam labirin aplikasi tanpa ruang refleksi yang cukup untuk membangun kreativitas dalam mengajar.

READ  Tips Memilih Calon Anggota Legislatif pada Pemilu 14 Februari 2024

Meski demikian, langkah monumental Nadiem tak bisa diabaikan. Ia berhasil membuka peluang bagi banyak guru honorer melalui pengangkatan PPPK secara besar-besaran, mengurangi kesenjangan dalam status kepegawaian. Terobosan ini, bersama pelaksanaan PPG Piloting tanpa *pre-test*, menunjukkan keberpihakannya pada para guru.

Kini, di bawah Kabinet Merah Putih, tongkat estafet diserahkan kepada Prof Abdul Mu’ti. Dengan latar belakang pendidikan yang kuat dan pengalaman panjang di Muhammadiyah, ia diharapkan mampu menyelaraskan reformasi pendidikan dengan kebutuhan nyata di lapangan. Di tengah perdebatan antara mempertahankan Kurikulum Merdeka atau kembali ke K-13, Prof Mu’ti memiliki tantangan besar untuk menjawab kegelisahan para pendidik dan mengharmoniskan inovasi dengan tradisi.

READ  Jelang Pemilu 14 Februari 2024: Calon Legislatif Beraksi dengan Bantuan kepada Masyarakat

Warisan Nadiem adalah pelajaran: transformasi pendidikan membutuhkan waktu, pengertian, dan keterlibatan semua pihak. Akankah ini menjadi tonggak bagi pendidikan Indonesia menuju kemajuan, atau sekadar catatan polemik di ruang digital? Satu hal yang pasti, nama “Mas Menteri” tidak akan mudah dilupakan.
**Nadiem, menolak lupa.**

No More Posts Available.

No more pages to load.