Penulis :
Isak Doris Faot, Berdomisili di Kabupaten Rote Ndao
Kepemimpinan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat babak penting dalam sejarah pendidikan Indonesia. Transformasi digital menjadi fokus utama, membawa perubahan yang ambisius namun kontroversial. Di balik (Kurikulum Merdeka) dan *Platform Merdeka Mengajar* (PMM), terselip dilema: apakah digitalisasi pendidikan benar-benar memerdekakan, atau justru menciptakan tekanan baru bagi guru dan siswa?
Munculnya Kurikulum Merdeka adalah respons terhadap kebutuhan pembelajaran yang lebih relevan dengan karakter peserta didik. Namun, langkah ini tidak lepas dari kritik. Beban administratif yang menumpuk melalui PMM, keharusan menyelesaikan aksi nyata, dan intensitas pelatihan daring memicu kejenuhan di kalangan pendidik. Banyak guru merasa terjebak dalam labirin aplikasi tanpa ruang refleksi yang cukup untuk membangun kreativitas dalam mengajar.
Meski demikian, langkah monumental Nadiem tak bisa diabaikan. Ia berhasil membuka peluang bagi banyak guru honorer melalui pengangkatan PPPK secara besar-besaran, mengurangi kesenjangan dalam status kepegawaian. Terobosan ini, bersama pelaksanaan PPG Piloting tanpa *pre-test*, menunjukkan keberpihakannya pada para guru.
Kini, di bawah Kabinet Merah Putih, tongkat estafet diserahkan kepada Prof Abdul Mu’ti. Dengan latar belakang pendidikan yang kuat dan pengalaman panjang di Muhammadiyah, ia diharapkan mampu menyelaraskan reformasi pendidikan dengan kebutuhan nyata di lapangan. Di tengah perdebatan antara mempertahankan Kurikulum Merdeka atau kembali ke K-13, Prof Mu’ti memiliki tantangan besar untuk menjawab kegelisahan para pendidik dan mengharmoniskan inovasi dengan tradisi.
Warisan Nadiem adalah pelajaran: transformasi pendidikan membutuhkan waktu, pengertian, dan keterlibatan semua pihak. Akankah ini menjadi tonggak bagi pendidikan Indonesia menuju kemajuan, atau sekadar catatan polemik di ruang digital? Satu hal yang pasti, nama “Mas Menteri” tidak akan mudah dilupakan.
**Nadiem, menolak lupa.**