Larantuka, Metrotimor.id– Diduga kuat, Manajemen kantor Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, turut menikmati pembayaran jasa yang seharusnya menjadi hak tenaga kesehatan dan pekerja lainnya. Hal ini memicu perhatian serius dan protes keras dari beberapa kalangan masyarakat di Kabupaten Flores Timur. Mereka berargumen bahwa manajemen tidak bersentuhan langsung dengan pasien dan tidak berkontribusi dalam pekerjaan berisiko seperti pengelolaan sampah medis atau pembersihan ruangan, namun tetap ingin menikmati pembagian jasa tanpa usaha yang setimpal.
Rian, seorang warga yang prihatin, mengungkapkan keresahannya saat dikonfirmasi oleh media pada pekan lalu. “Mereka yang bersentuhan langsung dengan pasien, tentu menanggung segala resikonya saat menjalankan tugas sehari-hari. Begitu pula dengan tenaga kebersihan yang harus menangani sampah, baik berbahaya maupun tidak, yang sering kali tanpa dilengkapi Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai,” ujar Rian.
Rian juga menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi tenaga kebersihan yang sering kali terpaksa membeli peralatan dan bahan pembersih sendiri karena alasan stok rumah sakit yang selalu kosong. “Saya pernah bertanya kenapa mereka harus beli sendiri, jawabannya karena barang-barang seperti plastik sampah, sabun pembersih lantai, dan WC sering kali habis dan belum ada pengadaan dari manajemen. Ini sangat memprihatinkan, padahal setiap tahun anggaran daerah berjalan, tapi kebutuhan dasar seperti itu tidak terpenuhi,” lanjutnya.
Ia juga menyoroti bagaimana tenaga kebersihan sering menjadi korban saat pembagian jasa, dengan nilai yang kecil dan sering kali dihitung berdasarkan indeks yang merugikan mereka. “Dokter mungkin meminta lebih karena tanggung jawab mereka terhadap pasien, tapi seharusnya manajemen tidak ikut menikmati bagian jasa, mengingat mereka tidak terlibat langsung dalam pekerjaan lapangan yang berisiko,” tegas Rian.
Rian pun mendesak agar Bupati Flores Timur segera merombak total manajemen RSUD Larantuka. “Banyak ‘direktur kecil’ berkeliaran yang menindas pihak lain. Ini tidak bisa dibiarkan. Manajemen harus bijak, jangan sampai mengambil hak orang lain yang sudah diatur upah dan tunjangannya dengan jelas,” pungkasnya.
(*Tim)